WADUK JATI GEDE
A. GAMBARAN UMUM
Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung berada dalam pengelolaan Balai Besar Cimanuk Cisanggarung. Secara administratif Wilayah Sungai Cimanuk – Cisanggarung terletak di Propinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, secara astronomis terletak pada 107010” BT– 109000” BT dan 6000” LS – 7030”LS dengan luas 7711 km2.
Salah satu DAS yang ada di wilayah sungai Cimanuk Cisanggarung adalah DAS Cimanuk. DAS Cimanuk merupakan satu kesatuan aliran sungai Cimanuk yang terdiri dari 5 Kabupaten yakni Garut, Sumedang Majalengka, Indramayu dan Cirebon. Sungai Cimanuk berhulu di kaki Gunung Papandayan di Kabupaten Garut pada ketinggian +1200 diatas permukaan laut (dpl), mengalir kearah timur laut sepanjang 180 km dan bermuara di Laut Jawa di Kabupaten Indramayu.
Peta DAS Cimanuk dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gb. 2.1 Peta DAS Cimanuk
Keadaan topografi DAS Cimanuk beragam, pada bagian hulu cenderung berbukit dan permukaan membentuk lereng, pada bagian tengah didominasi oleh daerah sedikit bergelombang sedangkan pada bagian hilir merupakan daerah datar. Peta Topografi DAS Cimanuk seperti terlihat di bawah ini.
Gambar 2.2 Peta Topografi DAS Cimanuk
Kondisi Daerah Aliran Sungai (WS) Cimanuk di masa lalu berbeda dengan di masa sekarang, dan akan sangat berbeda di masa yang akan datang, terutama oleh sebab aktivitas masyarakat yang pesat. Masalah kekeringan di musim kemarau yang melanda daerah Pantura, banjir di musim hujan akibat luapan sungai-sungai Cipanas dan Tanjung Kulon, erosi lateral yang menyebabkan tanggul-tanggul kritis, ancaman bencana tanah longsor di daerah ketinggian terutama di Kabupaten Garut, intrusi air laut dan sedimentasi di muara sungai serta abrasi yang merusak lingkungan pantai, semuanya itu merupakan gambaran umum DAS Cimanuk saat ini.
Permasalah yang terjadi adalah tingginya perubahan debit antara musim hujan dengan musim kemarau. Hal ini bisa berpengaruh terhadap pengelolaan Sumber daya air. Untuk mengatasi hal tersebut, maka disusun Master Plan yang mengidentifikasikan 13 potensi waduk di DAS Cimanuk, diantaranya 3 waduk serbaguna (multipurpose) yang diusulkan mendapatkan prioritas utama, yakni: (1) Waduk Jatigede, (2) Waduk Cipasang dan (3) Waduk Kadumalik (Cilutung). Untuk Saat ini baru waduk Jati Gede yang telah melalui tahap pembangunan.
Gambar 2.3 Lokasi Waduk Jati Gede
B. LATAR BELAKANG PEMBANGUNAN WADUK JATI GEDE
Berdasarkan Kondisi yang ada dan permasalah yang timbul di Sungai Cimanuk maka dibangunlah Waduk Jatigede dengan latar belakang sebagai berikut:
a. Ratio perbandingan antara debit banjir dengan debit kering yang besar dimanafFluktuasi Debit di Sungai Cimanuk yang tercatat di Bendung Rentang sangat besar : Qmax = 1.004 m3/det; Qmin = 4 m3/det, Ratio = 251.
b. Lahan kritis DAS Cimanuk pada saat ini telah mencapai lebih kurang 110.000 Ha atau sekitar 31% dari luas DAS Cimanuk
c. Potensi air Sungai Cimanuk di Rentang rata-rata sebesar 4,3 milyar m3/th dan hanya dapat dimanfaatkan 28% saja, sisanya terbuang ke laut karena belum ada waduk
d. Sistem irigasi Rentang seluas 90.000 Ha sepenuhnya mengandalkan pasokan air dari Sungai Cimanuk (river runoff), sehingga pada musim kemarau selalu mengalami defisit air irigasi yang mengakibatkan kekeringan.
e. Disamping itu, di wilayah hilir Sungai Cimanuk (Pantura CIAYU) pada musim kemarau telah pula terjadi krisis ketersediaan air baku untuk keperluan domestik, perkotaan dan industri
f.Waduk Jatigede perlu segera dibangun guna mengatasi krisis air tersebut, baik untuk menjamin ketersediaan air irigasi Rentang maupun air baku untuk wilayah Pantura CIAYU.
C. DATA TEKNIS WADUK JATI GEDE
Sejak pertama kali gagasan waduk jatigede dimunculkan pada tahun 1963, beberapa study dan perencanaan pun dilakukan. Berbagai perubahan baik dari segi desain maupun detail teknis telah terjadi seiring dengan perkembangan perencanaan waduk Jati Gede.
Gambar 2.4 Peta Situasi Waduk Jatigede
Adapun data teknik rencana pembangunan waduk Jati Gede adalah sebagai berikut:
a. HIDROLOGI
± Luas Catchment Area : 1.462 km2
± Volume run-off tahunan : 2,5 x 109 m3
b. WADUK
± Muka Air (MA) banjir max : El +262,5
± MA operasi max (FSL) : El +260
± MA operasi min (MOL) : El +230
± Luas permukaan waduk (El +262) : 41,22 km2
± Volume gross (El +260) : 980 x 106 m3
± Volume efektif (antara El +221 - +260) : 877 x 106 m3
c. BENDUNGAN
± Tipe : Urugan batu, inti tegak
± Elevasi mercu bendungan : El +265
± Panjang bendungan : 1.715 m
± Lebar mercu bendungan : 12 m
± Tinggi bendungan maksimum : 110 m
± Volume timbunan : 6,7 x 108 m3
Gambar 2.5 Potongan melintang Bendung
d. SPILLWAY
± Lokasi : at the dam body
± Tipe : Gated spillway with chute way
± Crest : Lebar 50 m, El. +247
± Dimensi radial gates : 4 bh (W=15,5; H=14,5m)
± Q outflow : 4,442 m3 /det (PMF = 11.000 m3 /det
e. INTAKE IRIGASI
± Lokasi : Di bawah spillway
± Irrigation inlet appron : El +204
± Tipe : Reinforced concrete conduit
± Dimensi condoit : D=4,5 m; L=400 m
f. TEROWONGAN PENGELAK
± Lokasi : under the spillway
± Inlet level : El +164
± Tipe : Circular lined reinforced concrete
± Debit rencana (Q100) : 3.200 m3 /det
± Dimensi terowongan : D=10 m; L=556 m
Gambar 2.6 Pekerjaan Bangunan Pengelak
g. PLTA
± Lokasi : Right abutment
± Power Inlet appron : El +210
± Headrace tunnel : D=4,5 m; L=3.095 m
± Tipe turbin : Francis
± Kapasitas terpasang : 2 x 55 GWH =110 MW
± Produksi rata-rata : 690 GWH/tahun
Sampai dengan saat ini kegiatan fisik yang telah dilakukan adalah :
a. Pembangunan infrastruktur resettlement Jatigede di 12 lokasi
b. Pembangunan base camp
c. Pembangunan access road Tolengas Jatigede
Gambar 2.7 Pekerjaan Kontruksi yang sedang dilakukan
D. PERMASALAHAN
Permasalahan yang dihadapi dapam pembangunan Waduk Jati Gede antara lain adalah :
a. Tingkat kerusakan daerah hulu yang besar. 31% Daerah hulu Jati Gede dalam kondisi kritis, hal ini akan berpengaruh terhadap tingginya tingkat erosi yang terjadi.
Gambar 2.8 Kondisi hulu DAS Cimanuk yang kritis
b. Tingginya sedimentasi akibat erosi yang terjadi di bagian hulu. Hal ini akan menyebabkan fungsi waduk sebagai tampungan akan terganggu sehingga umur rencana waduk tidak bisa tercapai.
c. Labilnya daerah Jatigede akibat factor geologi yang kurang mendukung menjadi hambatan dalam pelaksanaan. Beberapa daerah yang labil ini terus bergerak dan mengancam pelaksanaan apabila terjadi longsoran.
d. Faktor sosial berupa pembebasan lahan dan tumbuh menjamurnya rumah-rumah hantu, yakni rumah yang dibangun tanpa penghuni. Problema ini menjadi problema tersendiri karena masalah sosial ini cukup sulit diatasi dan perlu penanganan serius agar dampak yang terjadi tidak menggangu baik pada saat pelaksanaan maupun setelah selesai pembangunan waduk Jati Gede.
E. SOLUSI TERHADAP PERMASALAHAN YANG TERJADI
Dalam mengatasi masalah yang ada perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:
a. Perbaikan Kondisi hulu Das Cimanuk. Upaya yang bisa ditempuh adalah dengan upaya konservasi secara vegetative maupun struktur kesipilan.
Dalam upaya konservasi ada beberapa cara yangbisa ditempuh, antara lain :
· Kegiatan konservasi berupa penanaman kembali hutan yang gundul secara intensif dan sinergis dengan koordinasi terpadu antar instansi: Departemen Kehutanan, Departemen Pertanian, Departemen PU, Pemerintahan propinsi Jawa Barat, dan Kabupaten terkait.
· Dilaksanakan kegiatan Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) dan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GRLH) di Jawa Barat.
· Pembangunan Arboretum mata air Cimanuk Legok Pulus di Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang Garut.
· Pembuatan Chek DAM untuk menangkap sedimen akibat erosi di bagian hulu.
Gambar 2.9 Arboretum Legok Pullus Garut
b. Perbaikan kondisi Geologi berupa rekayasa teknik dengan menggunakan geotextile, pemancangan, perbaikan pondasi dan upaya teknis sejenis untuk mengatasi terjadinya pergerakan tanah di daerah labil.
c. Upaya pendekatan persuasive dan penerangan kepada masyarakat mengenai pembebasan lahan. Sebaiknya juga melibatkan tokoh masyarakat dan pemerintahan daerah setempat. Sampai tahun 2008 dari total lahan yang harus dibebaskan seluas 4.931 ha, masih tersissa 1.348 ha dengan rincian lahanmilik rakyat 174 ha dan lahan milik Negara (kehutanan) 1.174 ha.
BENDUNG RENTANG
A. GAMBARAN UMUM
Pada awalnya Bendung Rentang adalah Bangunan buatan Belanda yang dibangun pada tahun 1911 dan beroperasi dari tahun 1916 – 1981. Lokasi Bendung Rentang sendiri terletak di Dusun Rentang, Desa Panyingkiran, Kecamatan Jatitujuh, Kabupaten Majalengka, Propinsi Jawa Barat. Mulai beroperasi sejak tahun 1982, berada di sungai Cimanuk dengan luas DPS 6950 km2 meliputi sebagian wilayah Kabupaten Garut, Sumedang dan Majalengka. Posisi Bendung Rentang yang sekarang lebih ke hulu dari bendung Rentang lama buatan pemerintah Belanda.
Gambar 2.10 Bendung Rentang
Dari sekian banyak anak Sungai Cimanuk, yang mempunyai pengaruh besar terhadap debit Bendung Rentang adalah Sungai Cipeles dan Sungai Cipelang di Kabupaten Sumedang dan Sungai Cilutung di Kabupaten Majalengka.
Bendung Rentang merupakan Bendung gerak yang dilengkapi dengan pintu-pintu radial pada intake dan spillway dan pintu ganda beroda (double fixed whell gate) pada sluiceway. Bendung ini juga dilengkapi dengan balok-balok sekat (stop log). Bendung Rentang mengairi daerah persawahan seluas ± 87.788 Ha melalui dua saluran induk :
· saluran induk kiri (Cipelang) : 35.744 Ha
· saluran induk kanan (Sindopraja): 52.047 Ha.
Berdasarkan luas wilayah per Kabupaten, maka luas layanan Bendung Rentang adalah :
· Kabupaten Majalengka seluas 571 Ha
· Kabupaten Indramayu seluas 66.320 Ha,
· Kabupaten Cirebon seluas 20.897 Ha.
Gambar 2.11 Jaringan irigasi rentang
B. DATA TEKNIS
Bendung Rentang terdiri dari Bangunan Utama dan Saluran Induk dengan data teknis sebagai berikut:
a. BENDUNG UTAMA
± Panjang mercu bendung : 94,10 m
± Ketinggian mercu bendung : Spillway El +19,00
: Sluiceway El +17,00
± Lebar bendung : 27,00 m
± Panjang kolam penenang : 24,00 m
± Ketinggian maksimum : El. 23,50 m
± Debit rencana : 1.500 m3/det
± Pintu radial untuk spillway : 10,00 m(w) x 4,925 m(h) 6 set
± Pintu fixed wheel ganda : daun pintu atas (4set)
(pintu ganda beroda) 5,00 m(w) x 4,60 m(h)
daun pintu bawah (4set)
5,00 m(w) x 2,50 m(h)
a.
b. SALURAN INDUK SINDUPRAJA
± Intake
Kapasitas maksimum : 79,40 m3/det
Lebar : 4 x 7,20 m
Ketinggian ambang : El. 20,80
± Kantong lumpur
Panjang : 310,00 m
Lebar dasar : 60,00 m
Kemiringan dasar : S = 0,007
± Lebar saluran penguras : 27,30 m
± Bangunan terjun pengatur
Lebar : 20,60 m
Tinggi terjunan : 5,90 m
Ketinggian mercu : El 20,90
± Pintu radial intake : 7,20 m(w) x 3,00 m(h) 4 set
± Pintu fixed wheel untuk penguras : 6,00 m(w) x 1,70 m(h) 4 set
(pintu beroda)
a.
b.
c. SALURAN INDUK CIPELANG
± Intake
Kapasitas maksimum : 62,20 m3/det
Lebar : 4 x 5,50 m
Ketinggian ambang : El. 20,50
± Kantong lumpur
Panjang : 420,00 m
Lebar dasar : 39,00 m
Kemiringan dasar : S = 0,007
± Lebar saluran penguras : 23,30 m
± Bangunan terjun pengatur
Lebar : 15,60 m
Tinggi terjunan : 5,40 m
Ketinggian mercu : El 20,90
± Pintu radial intake : 5,50 m(w) x 3,30 m(h) 4 set
± Pintu fixed wheel untuk penguras : 5,00 m(w) x 2,30 m(h) 4 set
C. PENGOPERASIAN PINTU
Terdapat tiga macam cara dalam pengoperasian pintu di Bendung Rentang yakni:
a. Pengoperasian Pintu Otomatis
Pada pengoperasian pintu otomatis, buka tutup pintu dilakukan langsung dengan program yagn dikontrol oleh kumputer. Inputnya berupa tinggi muka air yang ada di bendung. Dengan pengopersian ini secara otomatis pintu diatur sendiri berapa bukaanya untuk tiap intake yang ada.
Pengoperasian seperti ini lebih mudah dan membutuhkan tenaga operasi yang lebih sedikit. Hanya pada saat ini kendala yang dihadapi adalah system pengoperasian otomatis sering terkena petir hingga tidak dapat dioperasikan lagi. Maka pengopersaian pintu dilakukan dengan system semi otomatis.
Gambar 2.12 Pengoperasian otomatis dengan komputer
b. Pengoperasian pintu semi otomatis
Pada pengoperasian pintu semi otomatis, buka tutup pintu menggunakan mesin hidrolik yang dikendalikan melalui tombol pengatur yang ada di control house. Hanya sajabedanya dengan pengaturan otomatis, besarnya bukaan pintu masih harus membaca tabel yang ada secara manual oleh petugas sehingga tidak secara otomatis diatur.
Tombol pengatur yang ada berupa tombol naik tombol turun dan tombol stop. Pengaturan oleh petugas disesuaikan dengan debit air yang ada dan kebutuhan di masing-masing Saluran Induk. Pada saat ini pengopersian pintu bendung Rentang menggunakansistem semi otomatis.
Gambar 2, 13 Pengoperasian pintu semi otomatis
c. Pengoperasian pintu semi manual
Pada pengoperasian pintu secara manual, maka buka tutup pintu dilakukan semuanya dilakukan secara manual menggunakan tenaga manusia. Biasanya untuk membuka dan menutup satu pintu dibutuhkan waktu sampai berjam-jam dan juga dibutuhkan petugas operasi yang banyak.
0 comments:
Post a Comment